Palembang, HidayatulahSumsel.com - Bagi umat Islam di seluruh dunia, ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan bagi yang mampu, baik secara fisik maupun finansial. Di Indonesia, haji memiliki dimensi yang lebih luas daripada sekadar ritual ibadah; ia menjadi fenomena sosial, budaya, dan bahkan ekonomi. Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia memegang kuota jemaah haji terbanyak setiap tahunnya. Namun, di balik angka yang mengesankan itu, tersimpan tantangan besar yang telah lama dihadapi, mulai dari panjangnya masa tunggu hingga kompleksitas manajemen keberangkatan.
Reformasi besar dalam penyelenggaraan haji akan dimulai pada tahun 2026. Kebijakan baru ini diharapkan membawa pembaruan yang mampu menjawab tantangan tersebut. Untuk memahami urgensi perubahan ini, kita perlu meninjau data terkini penyelenggaraan haji dan memahami isi reformasi yang akan datang.
Tahun 2024 menjadi tonggak sejarah baru bagi Indonesia dalam hal kuota haji. Pemerintah Arab Saudi memberikan kuota terbesar sepanjang masa, yaitu 241.000 jemaah, yang terdiri dari 213.320 jemaah haji reguler dan 27.680 jemaah haji khusus^1. Tingkat serapan kuota ini luar biasa, mencapai 99,98%, yang berarti hampir seluruh kursi yang tersedia berhasil dimanfaatkan secara optimal. Angka ini mencerminkan tingginya antusiasme umat Islam Indonesia sekaligus efektivitas pengelolaan keberangkatan.
Namun, di balik prestasi tersebut, ada tantangan besar yang belum terselesaikan: daftar tunggu yang sangat panjang. Saat ini, waktu tunggu haji reguler di Indonesia bervariasi mulai dari 11 hingga 47 tahun, tergantung provinsi^2. Beberapa wilayah dengan minat tinggi, seperti Kalimantan Selatan, bahkan mencatat masa tunggu hingga *38 tahun*. Bagi sebagian calon jemaah yang mendaftar di usia paruh baya, masa tunggu ini berarti mereka mungkin baru bisa berangkat ketika sudah berusia lanjut.
Masalah lain yang tak kalah krusial adalah soal pembiayaan. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 ditetapkan sebesar *Rp93,41 juta* per jemaah^3. Dari jumlah ini, Rp56,046 juta dibayar langsung oleh calon jemaah, sementara sisanya, sekitar 40% atau Rp37,364 juta, ditutup dari nilai manfaat pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Skema subsidi silang ini menjaga agar biaya yang dibayar jemaah tidak melonjak terlalu tinggi, meskipun tetap dianggap mahal bagi sebagian masyarakat.
Mengapa Perlu Reformasi?
Panjang daftar tunggu dan tingginya biaya hanyalah dua dari sekian banyak tantangan penyelenggaraan haji. Kompleksitas koordinasi lintas lembaga, keterbatasan petugas, hingga isu distribusi kuota yang belum merata turut menjadi sorotan. Dalam beberapa kasus, keterlambatan distribusi informasi atau koordinasi yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah membuat proses manajemen haji kurang efisien.
Situasi inilah yang mendorong pemerintah dan DPR untuk mengesahkan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang baru, yang mulai berlaku pada 2026. Reformasi ini tidak sekadar kosmetik, tetapi menyentuh struktur kelembagaan, distribusi kuota, hingga kriteria jemaah.
Lima Aturan Baru Haji 2026
1. Pembentukan Kementerian Khusus Urusan Haji
Salah satu perubahan paling mendasar adalah pembentukan *Kementerian Haji* yang khusus mengurusi penyelenggaraan ibadah haji dan umrah^4. Selama ini, fungsi tersebut berada di bawah Kementerian Agama. Dengan adanya kementerian khusus, diharapkan koordinasi infrastruktur, SDM, dan kerja sama dengan pihak Arab Saudi akan lebih terfokus, profesional, dan bebas dari tumpang tindih kewenangan. Model ini mengikuti langkah beberapa negara pengirim jemaah haji besar yang sudah memiliki lembaga khusus.
2. Pengurangan Kuota Tim Petugas Haji Daerah (TPHD)
Reformasi ini juga memangkas jumlah TPHD secara signifikan^5. Selama ini, sebagian kursi kuota digunakan untuk petugas daerah. Dengan pengurangan tersebut, lebih banyak kursi bisa dialokasikan kepada jemaah, sehingga peluang keberangkatan meningkat. Ini menjadi langkah strategis mengingat daftar tunggu yang sudah mencapai puluhan tahun.
3. Petugas Haji Non-Muslim Diperbolehkan di Daerah Tertentu
Peraturan baru menghapus syarat semua petugas haji harus beragama Islam, khusus untuk wilayah dengan mayoritas non-Muslim seperti Papua atau Nusa Tenggara Timur^6. Namun, penugasan petugas non-Muslim hanya berlaku untuk tugas administratif dan teknis di embarkasi. Untuk tugas di Tanah Suci, petugas tetap harus Muslim. Langkah ini dinilai dapat memperluas perekrutan tenaga kerja dan meningkatkan efisiensi.
4. Kuota Haji Ditentukan Langsung oleh Menteri
Sebelumnya, pembagian kuota haji reguler melibatkan pemerintah daerah dan kerap dipengaruhi faktor non-teknis. Mulai 2026, Menteri Haji akan langsung menetapkan pembagian kuota berdasarkan jumlah penduduk Muslim dan urutan daftar tunggu di setiap provinsi^7. Sistem ini diharapkan menciptakan transparansi dan keadilan yang lebih terukur.
5. Usia Minimal Haji Diturunkan menjadi 13 Tahun
Perubahan lain yang cukup signifikan adalah penurunan batas usia minimal calon jemaah dari 17 tahun menjadi 13 tahun^8. Kebijakan ini menyesuaikan syariat Islam yang menganggap usia akil baligh dimulai sekitar 12–13 tahun. Dengan aturan ini, keluarga bisa lebih mudah memberangkatkan anak yang sudah siap secara fisik dan mental.
Potensi Dampak Positif Reformasi
Reformasi penyelenggaraan haji 2026 berpotensi membawa dampak positif yang luas. Pertama, adanya kementerian khusus diyakini akan meningkatkan profesionalisme layanan dan mempercepat pengambilan keputusan. Kedua, pengurangan kuota TPHD memberi peluang tambahan bagi puluhan ribu calon jemaah yang sudah menunggu lama. Ketiga, kebijakan inklusif terhadap petugas non-Muslim membuka ruang efisiensi SDM tanpa mengganggu aspek ibadah.
Selain itu, distribusi kuota yang lebih adil dan berbasis data akan mengurangi potensi kecemburuan antarwilayah. Penurunan batas usia juga memungkinkan generasi muda merasakan pengalaman spiritual haji di usia yang lebih dini, yang bisa berdampak positif pada pembentukan karakter.
Tantangan Implementasi
Namun, kebijakan sebaik apa pun akan menghadapi tantangan di lapangan. Peralihan kewenangan dari Kementerian Agama ke Kementerian Haji memerlukan transisi yang mulus, termasuk integrasi data, SDM, dan anggaran. Pengurangan TPHD bisa memicu resistensi dari pemerintah daerah yang selama ini memiliki kewenangan mengirim petugas. Begitu pula dengan kebijakan petugas non-Muslim, yang mungkin akan menuai pro dan kontra di masyarakat.
Pengelolaan dana haji juga harus tetap diawasi ketat untuk menjaga kepercayaan publik. Mengingat dana haji dikelola dalam jumlah besar, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama.
Menuju Sistem Haji yang Lebih Adil dan Profesional
Indonesia berada di persimpangan penting dalam sejarah penyelenggaraan hajinya. Data menunjukkan betapa besar skala dan tantangan yang dihadapi, sementara reformasi 2026 menawarkan arah baru untuk mengatasinya. Jika diimplementasikan dengan baik, kebijakan ini berpotensi menjadikan penyelenggaraan haji Indonesia sebagai salah satu yang paling profesional dan transparan di dunia.
Bagi umat Islam Indonesia, perubahan ini adalah harapan baru: agar menunaikan panggilan suci ke Baitullah tidak lagi menjadi mimpi yang tertunda puluhan tahun, tetapi sebuah perjalanan yang dapat direncanakan dan diwujudkan dengan lebih pasti. *|Kosim
________________________________
Sumber:
^1: NU Online – Kuota Jemaah Haji Indonesia 2024 (https://www.nu.or.id/nasional/ini-jumlah-jamaah-haji-reguler-dan-khusus-indonesia-2024-iU59A)
^2: AXA Mandiri – Cara Daftar Haji (https://axa-mandiri.co.id/-/cara-daftar-haji)
^3: BPKH – Skema Biaya Haji 2024 (https://bpkh.go.id/biaya-haji-1445-h-2024-m-telah-ditetapkan-bpkh-siapkan-nilai-manfaat-82-t-penuhi-biaya-haji-1445-h-2024-m/); Kemenag – Rincian BPIH 2024(https://haji.kemenag.go.id/v5/detail/biaya-ibadah-haji-2024-ditentukan-kakanwil-kemenag-lampung-ungkap-skema-pembayaran)
^4: Madani News – UU Haji Baru (https://www.madaninews.id/24922/dpr-sahkan-uu-haji-baru-berlaku-2026-5-aturan-berubah-mulai-kuota-hingga-usia-minimal.html?utm_source=chatgpt.com); Kendari Pos – Peralihan Kewenangan(https://kendaripos.fajar.co.id/2025/08/27/dpr-sahkan-uu-haji-baru-pengelolaan-beralih-ke-kementerian-haji/)
^5: HIMPUH – Pengurangan TPHD (https://himpuh.or.id/blog/detail/3107/dpr-setujui-uu-haji-5-ketentuan-baru-penyelenggaraan-haji-mulai-berlaku-tahun-2026)
^6: Ventour – Petugas Non-Muslim (https://www.ventour.co.id/dpr-pemerintah-setuju-petugas-haji-bisa-dari-non-muslim/?utm_source=chatgpt.com); Jawa Pos – Penugasan Petugas Non-Muslim(https://www.jawapos.com/haji/016483745/panitia-penyelenggara-ibadah-haji-kini-bisa-direkrut-dari-kalangan-non-muslim-tapi-hanya-di-daerah-tertentu-dan-tidak-sampai-ke-tanah-suci)
^7: Madani News – Distribusi Kuota Haji (https://www.madaninews.id/24922/dpr-sahkan-uu-haji-baru-berlaku-2026-5-aturan-berubah-mulai-kuota-hingga-usia-minimal.html)
^8: CNN Indonesia – Usia Minimal Haji 13 Tahun (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250827070719-32-1266793/daftar-ketentuan-baru-soal-haji-lewat-ruu-yang-disahkan-dpr); Ventour – Revisi Usia Minimal(https://www.ventour.co.id/revisi-uu-haji-dan-umrah-usia-minimal-haji-menjadi-13-tahun/)