Palembang, HidayatullahSumsel.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Forum Pondok Pesantren (DPP FORPESS), KH. Muhsin Salim, M.Pd.I, menekankan bahwa pesantren di era sekarang perlu mendorong kemandirian santri, terutama dalam penguasaan teknologi dan keterampilan ekonomi. Pesan tersebut ia sampaikan dalam Seminar Pesantren Ramah Anak dan Santri Terampil Teknologi yang berlangsung di Balai Diklat Kementerian Agama Sumatera Selatan.
Seminar dan Sarasehan Forpess ini merupakan rangkaian peringatan Hari Santri Nasional 2025, dengan tema “Mewujudkan Pesantren Ramah Anak di Sumatera Selatan.” Kegiatan digelar pada Sabtu (8/11/2025) di Aula Balai Diklat Keagamaan Palembang, dihadiri para pengasuh pesantren, akademisi, dan tokoh masyarakat dari berbagai daerah.
Acara ini dibuka oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Amien Suyitno, M.Ag., yang menegaskan kembali peran pesantren dalam membentuk generasi yang cerdas, berakhlak, dan berkeadaban.
“Pesantren adalah benteng moral bangsa. Pesantren ramah anak berarti menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan mendidik dengan kasih sayang, sebagaimana nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” ujarnya.
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai tokoh, di antaranya Gubernur Sumatera Selatan H. Herman Deru yang diwakili oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Sumsel, Muhammad Zaki Aslam. Ia menyampaikan apresiasi dan dukungannya terhadap penyelenggaraan kegiatan ini, karena dinilai selaras dengan upaya mencetak generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045.
Selain para tokoh tersebut, Ketua Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Sumatera Selatan, Ustadz Dwi Agung, S.Pd., turut hadir mengikuti rangkaian kegiatan seminar dan sarasehan ini bersama 60 para pimpinan pesantren lainnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Sumsel, Zaki Aslam menuturkan bahwa hingga saat ini sudah terdapat 4.458 satuan pendidikan ramah anak di Sumatera Selatan, termasuk pondok pesantren yang tengah dalam proses pengembangan agar memenuhi prinsip ramah anak secara menyeluruh. Program ini, menurutnya, merupakan bentuk kolaborasi strategis dalam memperkuat pendidikan moral, karakter, dan kemandirian peserta didik.
Dalam kesempatan yang sama, KH. Muhsin juga memberi apresiasi terhadap perhatian Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan terhadap perkembangan pesantren.
“Alhamdulillahirobbilalamin, perhatian pemerintah terhadap dunia pesantren terus meningkat. Tahun 2025 ini sudah ada 670 pondok pesantren yang mendapatkan izin operasional dari Kementerian Agama RI,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa masih ada sebagian pesantren yang belum memenuhi persyaratan administrasi dan teknis untuk memperoleh izin tersebut, dan FORPESS terus mendorong agar kelengkapan dokumen segera dipenuhi.
Lebih lanjut, ia menyampaikan kabar gembira terkait bantuan hibah pemerintah provinsi bagi pesantren.
“Insya Allah, pencairan akan dilakukan pada bulan November ini, bertepatan dengan peringatan Hari Santri Nasional,” ujarnya.
KH. Muhsin menilai meningkatnya jumlah pesantren menunjukkan minat masyarakat terhadap pendidikan keagamaan juga semakin besar. Kabupaten OKU Timur menjadi daerah dengan jumlah pesantren terbanyak, disusul Ogan Ilir, Musi Banyuasin, dan Kota Palembang.
Ia menegaskan bahwa pesantren harus menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai utamanya.
“Santri tidak hanya dituntut untuk pandai mengaji atau menghafal Al-Qur’an, tetapi juga harus terampil secara ekonomi dan teknologi, sehingga mampu hidup mandiri setelah keluar dari pesantren,” katanya.
Perwakilan Kementerian Agama Sumatera Selatan yang turut hadir juga menegaskan komitmen pemerintah dalam memperkuat kolaborasi dengan pesantren, yang menurutnya merupakan institusi penting dalam menjaga moral dan pembangunan karakter bangsa.
KH. Muhsin Salim berharap kegiatan serupa dapat menjadi agenda berkelanjutan untuk memperkuat pesantren sebagai lembaga pendidikan yang bersih, maju, mandiri, dan berprestasi.
“Santri harus siap menghadapi tantangan zaman. Santri yang mandiri bukan hanya mampu mengaji, tetapi juga mampu berinovasi dan berkontribusi untuk kemajuan bangsa,” tutup KH. Muhsin Salim." *| kosim
