Ahlan wa sahlan, selamat datang di situs resmi DPW Hidayatullah Sumsel Arsip berita

Sejarah Singkat Konflik Palestina-Israel: Akar dan Perkembangannya

Komplek Masjid Al-Aqsha, Al-Quds
Palembang, HidayatullahSumsel.com | Untuk memahami mengapa konflik antara Palestina dan Israel tidak pernah reda, perlu melihat ke belakang sejarahnya, khususnya pada akhir abad ke-19.

Konflik di wilayah Palestina saat ini berkaitan erat dengan gerakan Zionisme. Ini adalah ideologi yang muncul pada abad ke-19, yang bertujuan untuk membentuk sebuah tanah air bagi komunitas Yahudi di Palestina. Gerakan ini diinisiasi oleh Theodor Herzl.

Theodor Herzl, penggagas Zionisme
Zionisme muncul dari kondisi di mana Bangsa Yahudi telah tersebar (diaspora) selama dua ribu tahun. Selama periode ini, mereka mengalami berbagai bentuk penindasan terutama di Eropa. Di sisi lain, komunitas Yahudi yang tinggal di wilayah-wilayah Islam hidup dalam kedamaian. Mereka bahkan mencapai puncak kejayaannya selama periode Andalusia, berkontribusi sebagai filsuf, dokter, dan berintegrasi dalam masyarakat Muslim.

Pada abad ke-19, para pemikir Yahudi dari Eropa mulai mengusulkan ide, "Kita sebagai minoritas sering mendapat perlakuan tidak adil. Bagaimana jika kita pindah dan membentuk negara sendiri di Palestina, tanah nenek moyang kita?"

Sultan Abdül Hamid II
Namun, pada saat itu, Palestina masih menjadi bagian dari Kesultanan Turkiye Utsmaniyyah. Oleh karena itu, para pemimpin Zionis perlu meminta izin dari Sultan Abdül Hamid II. Mereka bahkan menawarkan untuk membayar hutang-hutang Kesultanan untuk mendapatkan hak memiliki tanah di Palestina.

Namun, Sultan Abdül Hamid II menanggapi dengan tegas, "Aku tidak akan pernah menjual tanah Palestina kepada kalian, karena tanah ini bukan milikku, tetapi milik rakyatku. Mereka telah berkorban darah dan jiwa mereka untuk tanah ini."

Sultan Abdül Hamid II sebenarnya tidak melarang orang Yahudi untuk tinggal di Palestina, asalkan mereka hidup berdampingan dengan komunitas Muslim dan Kristen yang sudah ada. Namun, ia menolak gagasan bahwa ada kelompok yang ingin menguasai Palestina untuk kepentingan mereka sendiri.

Setelah sekitar satu setengah dekade, Sultan Abdül Hamid II turun takhta, Kesultanan Turkiye Utsmaniyyah runtuh akibat Perang Dunia I. Wilayahnya kemudian dibagi-bagi oleh Inggris, Prancis, Yunani, dan Italia. Palestina kemudian jatuh ke tangan Inggris dengan sebutan "Mandatory Palestine."

Selama Perang Dunia I (1914-1918), Inggris memberikan janji kepada orang Yahudi untuk memberikan mereka tanah di Palestina. Pada saat yang sama, Inggris juga berjanji memberikan kemerdekaan kepada bangsa Arab, termasuk Palestina, kepada Syarif Mekkah sebagai imbalan bantuannya melawan Kesultanan Turkiye Utsmaniyyah.

Namun, ketika bangsa Arab memberontak, Inggris justru membuat kesepakatan dengan Prancis untuk membagi wilayah Palestina, Yordania, Suriah, dan Irak di antara mereka. Hal ini menyebabkan kekecewaan di kalangan bangsa Arab, dan bibit konflik pun tumbuh sejak saat itu.

Palestina akhirnya berada di bawah kekuasaan Inggris (1920-1948). Selama periode ini, banyak orang Yahudi berimigrasi ke Palestina, terutama selama Perang Dunia II, yang menyebabkan ketegangan dengan komunitas Arab yang tinggal di sana. Gerakan Zionisme semakin kuat.

Ketegangan antara orang Arab dan Yahudi, ditambah ketidakpuasan terhadap Inggris, semakin meningkat. Akhirnya, Inggris memutuskan untuk menarik diri pada 14 Mei 1948 dan menyerahkan masalah Palestina kepada PBB.
PBB kemudian membagi Palestina menjadi tiga bagian: satu untuk bangsa Arab, satu untuk bangsa Yahudi, dan Yerusalem sebagai kota mandiri. Namun, 62% dari wilayah Palestina dialokasikan untuk komunitas Yahudi, yang merupakan minoritas. Keputusan ini tidak diterima oleh orang Arab, karena dianggap tidak adil.

Setelah keputusan PBB tersebut, orang Yahudi mendeklarasikan kemerdekaan Israel pada 14 Mei 1948. Sehari setelah itu, negara-negara Arab, termasuk Mesir, Trans-Jordan, Irak, Suriah, Lebanon, Arab Saudi, dan Yaman menyerbu Israel.

Perang berlangsung selama 9 bulan dan dimenangkan oleh Israel. Selain merebut kemerdekaan, mereka juga berhasil menguasai wilayah Palestina yang seharusnya menjadi hak orang Arab sesuai dengan keputusan PBB.

Peristiwa Nakbah
Kejadian ini mengakibatkan 700 ribu orang Arab terusir dari tanah air mereka, yang dikenal dengan istilah "Nakbah." Sejak saat itu, tanah Palestina tidak pernah lagi sama seperti sebelumnya. Wilayah yang sebelumnya menjadi tempat damai bagi kaum Muslimin, Yahudi, dan Kristen, kini berubah menjadi daerah konflik yang paling mematikan.

Perang antara Israel dan negara-negara Arab terus berlanjut hingga tahun 1949. Kedua pihak sepakat untuk menetapkan garis demarkasi antara Israel dan wilayah Palestina yang saat itu dikuasai oleh Mesir dan Yordania. Batas ini, dikenal sebagai batas tahun 1967, masih diakui sebagai pembatas wilayah Palestina dan Israel oleh dunia internasional hingga saat ini. Dengan demikian, wilayah Palestina sebagai sebuah negara memiliki batasan yang jelas, diakui secara hukum oleh komunitas internasional.

Pada tahun 1964, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) didirikan dengan misi untuk mendirikan negara Palestina merdeka dengan wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza yang saat itu diduduki oleh Israel. Organisasi ini diakui sebagai perwakilan resmi rakyat Palestina di dunia.

Hingga hari ini, konflik belum menemui jalan keluar. Israel terus membangun pemukiman ilegal di wilayah Palestina meskipun tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional. *|°

Posting Komentar

Silakan memberikan komentar.
Untuk menghindari adanya spam, mohon maaf, komentar akan kami moderasi terlebih dahulu sebelum ditayangkan.

Terima kasih.
Subhanallah!
Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres dengan koneksi internet Anda. Hubungkan lagi koneksi internet Anda dan mulailah berselancar kembali!